SEMARANG – Sejak tahapan Pilkada Serentak 2020 dimulai pada awal 2020 sampai Rabu (2/12), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang telah menangani 40 kasus pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum peserta Pilkada. Bawaslu mengaku 40 kasus tersebut jenisnya variatif dan beragam.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Semarang, Naya Amin mengatakan, pihaknya menangani kasus tersebut berawal dari temuan dan laporan. Ia menyampaikan bahwa penanganan pelanggaran tersebut bermacam-macam sesuai tingkatan pelanggarannya.
“Bermacam-macam kasusnya, variatif. Dan yang paling banyak itu pelanggaran administrasi,” ujarnya, Kamis (3/12).
Secara umum ia menjelaskan bahwa pelanggaran tersebut terdiri dari empat bentuk pelanggaran. Yaitu pelanggaran kasus pidana pemilihan, kasus administrasi pemilu, kasus etika penyelenggara pemilu, dan kasus hukum lainnya.
“Pelanggaran ini tentunya memiliki konsekuensi logis. Kalau bentuknya pidana langsung ditangani kepolisian dan jaksa, kalau administrasi nanti ada penindakan juga dari KPU,” jelas Naya Amin.
Ia menekankan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut memiliki motivasi masing-masing. Menurutnya, pelanggar yang beralasan tidak tahu regulasi adalah alasan yang tidak kongkrit.
“Nggak ada itu namanya nggak tahu, semua regulasinya sudah jelas kok. Namanya pelanggaran ya harus dipertanggung jawabkan. Kami konsisten atas itu,” kata Naya Amin.
Terakhir ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Bawaslu tidak serta merta menindak pelanggaran pemilu. Ia mengaku, tindak preventif adalah semangat utama Bawaslu dalam menjalankan tugasnya.
“Dalam menindak pun kami nggk asal menindak. Ada step-nya, ada kajiannya. Kami juga sudah mengingatkan, sudah menyosialisasikan kepada banyak pihak. Nah kalau sudah begitu tapi masih melanggar, ya kami tindak,” tandasnya. (cr2/gih)