SEMARANG – Gelaran Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Kota Semarang terancam tanpa pemantauan dari masyarakat umum. Hal itu menyusul tidak adanya satu pun tim pemantau yang mendaftar ke KPU per 1 Desember 2020.
Jelang usainya masa kampanye Pilwalkot pada 5 Desember mendatang, Bawaslu kembali menggencarkan sosialisasi pendaftaran tim pemantau dari masyarakat luas. Demikian disampaikan Koordinator Divisi Pengawasan Pemilu Bawaslu Kota Semarang, Nining Susanti, ketika ditemui di kantornya, Rabu (2/12).
“Sampai saat ini belum ada kelompok masyarakat yang mendaftar sebagai pemantau pemilu di Kota Semarang. Di satu sisi, jika nanti di Kota Semarang ada perselisihan hasil pemilu tidak ada kelompok yang punya legal standing untuk menggugat ke MK,” ujarnya.
Bawaslu sendiri sudah meminta kepada KPU untuk menggencarkan sosialisasi pendaftaran pemantau pemilu ini kepada masyarakat. Namun hasilnya tetap saja kurang maksimal. Selain itu, jalinan kerjasama antara Bawaslu dengan sepuluh Fakultas Hukum dan satu Fakultas Ilmu Sosial Politik juga belum mampu mendorong partisipasi pemantauan dari mahasiswa maupun akademisi.
Saat ini Bawaslu sendiri sedang melakukan komunikasi dengan berbagai organisasi masyarakat (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), dan elemen-elemen masyarakat lainnya agar mau dijadikan pengawas pemilu independen.
“Kami memutuskan melakukan strategi yang lain dengan mengumpulkan ormas dan OKP, serta seluruh elemen masyarakat untuk mengawasi potensi-potensi kecurangan pemilu dalam Pilwalkot Semarang sejak dari proses,” jelas Nining.
Ia menduga, tidak adanya minat masyarakat untuk mendaftar menjadi tim pemantau pemilu disebabkan oleh beratnya persyaratan yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah syarat administrasi dan badan hukum pemantau pemilu.
“Memang banyak kelompok masyarakat yang belum tertarik mendaftarkan diri sebagai pemantau dan apalagi memang salah satu persyaratannya adalah pemantau pemilu harus sudah berbadan hukum,” tandasnya. (cr2/gih)